3 Des 2011


A.     ASAS-ASAS PENDIDIKAN     
Sebelum kita membicarakan tentang asas-asas pendidikan yang berlaku di Indonesia, terlebih dahulu kita memiliki kesatuan pendapat tentang arti asas pendidikan. Asas pendidikan memiliki arti hukum atau kaidah yang menjadi acuan kita dalam melaksanakan kegiatan pendidikan.
Asas pendidikan merupakan suatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perencanaan maupun pelaksanaan pendidikan
Khusu s di Indonesia, terdapat beberapa asas pendidikan yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan itu. Diantara asas tersebut adalah Asas Tut Wuri Handayani, Asas Belajar Sepanjang Hayat, dan asas Kemandirian dalam belajar.


1)     Asas Tut Wuri Handayani
Sebagai asas pertama, tut wuri handayani merupakan inti dari sitem Among perguruan. Gagasan yang mula-mula dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara seorang perintis kemerdekaan dan pendidikan nasional. Asas yang dikumandangkan oleh Ki Hajar Dewantara ini kemudian dikembangkan oleh Drs. R.M.P. Sostrokartono dengan menambahkan dua semboyan lagi, yaitu Ing Ngarso Sung Sung Tulodo dan Ing Madyo Mangun Karso. Tut Wuri Handayani mengandung arti pendidik dengan kewibawaan yang dimiliki mengikuti dari belakang dan memberi pengaruh, tidak menarik-narik dari depan, membiarkan anak mencari jalan sendiri, dan bila anak melakukan kesalahan baru pendidik membantunya . Gagasan tersebut dikembangkan Ki Hajar Dewantara pada masa penjajahan dan masa perjuangan kemerdekaan.

Dalam era kemerdekaan gagasan tersebut serta merta diterima sebagai salah satu asas pendidikan nasional Indonesia. Asas Tut Wuri Handayani memberi kesempatan anak didik untuk melakukan usaha sendiri, dan ada kemungkinan mengalami berbuat kesalahan, tanpa ada tindakan (hukuman) pendidik. Hal itu tidak menjadikan masalah, karena menurut Ki Hajar Dewantara, setiap kesalahan yang dilakukan anak didik akan membawa pidananya sendiri, kalau tidak ada pendidik sebagai pemimpin yang mendorong datangnya hukuman tersebut. Dengan demikian, setiap kesalahan yang dialami anak tersebut bersifat mendidik.

Sistem Among berkeyakinan bahwa guru adalah “pamong.” Sesuai dengan semboyan Tut Wuri Handayani di atas, maka pamong atau guru di sini lebih cenderung menjadi navigator peserta didik yang “diberi kesempatan untuk berjalan sendiri, dan tidak terus menerus dicampuri, diperintah atau dipaksa” (Tirtarahardja, 1994: 120).

Jika menilik Sistem Pendidikan Nasional Indonesia, seperti apa yang tercantum dalam Undang-undang Nomer 23 Tahun 2003, maka konsep Tut Wuri Handayani termanifestasi ke dalam sistem KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Peran guru dalam sistem KTSP lebih cenderung sebagai pemberi dorongan karena adanya pergeseran paradigma pengajaran dan pembelajaran, dari “teacher oriented” kepada “student oriented.” Dalam KTSP, guru bukan lagi sekedar “penceramah” melainkan pemberi dorongan, pengawas, dan pengarah kinerja para peserta didik.

Dengan sistem kurikulum yang terbaru ini, para pendidik (guru) diharapkan mampu melejitkan semangat atau motivasi peserta didiknya. Hal ini lantaran proses pengajaran dan pembelajaran hanya akan berjalan lancar, efektif dan efisien manakala ada semangat yang kuat dari para peserta didik untuk mengembangkan dirinya melalui pendidikan. Maka bukan tidak mungkin, jika KTSP juga merupakan wujud manifestasi dari asas pendidikan Indonesia “Kemandirian dalam Belajar.”

a.     Menurut asas Tut Wuri Handayani
·         Pendidikan dilaksanakan tidak menggunakan syarat paksaan,
·         Pendidikan adalah penggulowenthah yang mengandung makna: momong, among, ngemong.  Among mengandung arti mengembangkan kodrat alam anak dengan tuntutan agar anak didik dapat mengembangkan hidup batin menjadi subur dan selamat. Momong mempunyai arti mengamat-amati anak agar dapat tumbuh menurut kodratnya. Ngemong berarti kita harus mengikuti apa yang ingin diusahakan anak sendiri dan memberi bantuan pada saat anak membutuhkan,
·         Pendidikan menciptakan tertib dan damai (orde en vrede),
·         Pendidikan tidak ngujo (memanjakan anak), dan
·         Pendidikan menciptakan iklim, tidak terperintah, memerintah diri sendiri dan berdiri di atas kaki sendiri (mandiri dalam diri anak didik). Metode ini secara teknik pengajaran meliputi : kepala, hati, dan panca indera (educate the head, the heart, and the hand).

b.    Dalam kaitan penerapan asas Tut Wuri Handayani, dapat dikemukakan beberapa keadaan yang ditemui sekarang, yaitu :
·         peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan dan ketrampilan yang diminatinya di sema jenis, jalur, dan jenjang pendidikan yang disediakan oleh pemerintah sesuai peran dan profesinya dalam masyarakat. Peserta didik bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri,
·         peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan kejuruan yang diminatinya agar dapat mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan kerja bidang tertentu yang diinginkannya,
·         peserta didik memiliki kecerdasan yang luar biasa diberikan kesempatan untuk memasuki program pendidikan dan ketrampilan sesuai dengan gaya dan irama belajarnya,
·         peserta didik yang memiliki kelainan atau cacat fisik atau mental memperoleh kesempatan untuk memilih pendidikan dan ketrampilan sesuai dengan cacat yang disandang agar dapat bertumbuh menjadi manusia yang mandiri,
·         peserta didik di daerah terpencil mendapat kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan ketrampilan agar dapat berkembang menjadi manusia yang memiliki kemampuan dasar yang memadai sebagai manusia yang mandiri, yang beragam dari potensi dibawah normal sampai jauh diatas normal.


2)     Asas Ing Ngarso Sungtolodo (Asas Belajar Sepanjang Hayat)
Ing ngarso mempunyai arti di depan / di muka, Sun berasal dari kata Ingsun yang artinya saya, Tulodo berarti tauladan. Jadi makna Ing Ngarso Sun Tulodo adalah menjadi seorang pemimpin harus mampu memberikan suri tauladan bagi orang-orang disekitarnya. Sehingga yang harus dipegang teguh oleh seseorang adalah kata suritauladan. Dalam ajaran Ki Hajar yang pertama ini menggambarkan situasi dimana seorang pendidik-guru, adalah seorang pemimpin yang harus mampu memberikan suri tauladan bagi anak didiknya. Sehingga yang harus dipegang teguh oleh seorang pendidik adalah kata suri tauladan. Sebagai seorang pemimpin atau pendidik harus memiliki sikap dan perilaku yang baik dalam segala langkah dan tindakannya agar dapat menjadi panutan bagi anak didiknya, dengan berbagai contoh teladan, baik di dalam maupun di luar sekolah.

Asas belajar sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education). Oleh karena itu UNESCO Institute for Education (UIE Hamburg) menetapkan suatu definisi kerja yakni pendidikan seumur hidup adalah pendidikan yang harus :

a.     Meliputi seluruh hidup setiap individu
À             Mengarah kepada pembentukan, pembaharuan, peningkatan, dan penyempurnaan secara sistematis pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat meningkatkan kondisi hidupnya.
À             Meningkatkan kemampuan dan motivasi untuk belajar mandiri.
À             Mengakui kontribusi dari semua pengaruh pendidikan yang mungkin terjadi baik formal, nonformal, dan informal.

Keberadaan Asas Kemandirian dalam Belajar memang satu jalur dengan apa yang menjadi agenda besar dari Asas Tut Wuri Handayani, yakni memberikan para peserta didik kesempatan untuk “berjalan sendiri.” Inti dari istilah “berjalan sendiri” tentunya sama dengan konsep dari “mandiri” yang dalam Asas Kemandirian dalam Belajar bermakna “menghindari campur tangan guru namun (guru juga harus) selalu siap untuk ulur tangan apabila diperlukan” (Tirtarahardja, 1994: 123).

Kurikulum KTSP tentunya sangat membantu dalam agenda mewujudkan Asas Kemandirian dalam Belajar. Prof. Dr. Umar Tirtarahardja (1994) lebih lanjut mengemukakan bahwa dalam Asas Kemandirian dalam Belajar, guru tidak hanya sebagai pemberi dorongan, namun juga fasilitator, penyampai informasi, dan organisator (Tirtarahardja, 1994: 123). Oleh karena itu, wujud manifestasi Asas Kemandirian dalam Belajar bukan hanya dalam berbentuk kurikulum KTSP, namun juga dalam bentuk ko-kurikuler dan ekstra kurikuler – sedang dalam lingkup perguruan tinggi terwujud dalam kegiatan tatap muka dan kegiatan terstruktur dan mandiri.

Dalam bukunya “Contextual Teaching and Learning” Elanie B. Johnson (2009) berpendapat bahwa dalam Pembelajaran Mandiri, seorang guru yang berfaham “Pembalajaran dan Pengajaran Kontekstual” dituntut untuk mampu menjadi mentor dan guru ‘privat’ (Johnson, 2009: 177). Sebagai mentor, guru yang hendak mewujudkan kemandirian peserta didik diharapkan mampu memberikan pengalaman yang membantu kepada siswa mandiri untuk menemukan cara menghubungkan sekolah dengan pengalaman dan pengetahuan mereka sebelumnya. Sebagai seorang guru ‘privat,’ seorang guru biasanya akan memantau siswa dalam belajar dan sesekali menyela proses belajar mereka untuk membenarkan, menuntun, dan member instruksi mendalam (Johnson, 2009).

Lebih lanjut Johnson mengungkapkan bahwa kelak jika proses belajar mandiri berjalan dengan baik, maka para peserta didik akan mampu membuat pilihan-pilihan positif tentang bagaimana mereka akan mengatasi kegelisahan dan kekacauan dalam kehidupan sehari-hari (Johnson, 2009: 179). Dengan kata lain, proses belajar mandiri atau Asas Kemandirian dalam Belajar akan mampu menggiring manusia untuk tetap “Belajar sepanjang Hayatnya.”

b.     Kurikulum yang dapat di merancang dan di implementasikan dengan memperhatikan dua dimensi yaitu dimensi vertikal dan horizontal.
·         Dimensi vertikal dalam kurikulum sekolah meliputi keterkaitan dan kesenambungan antar tingkat persekolahan dan keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di masa depan.
·         Dimensi horizontal dari kurikulum sekoah yaitu keterkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman belajar di luar sekolah.


3)     Asas Ing Madyo Mangunkarso (Asas Kemandirian Dalam Belajar)
Ing Madyo Mangun Karso, Ing Madyo artinya di tengah-tengah, Membangun berarti membangkitan atau menggugah dan Karso diartikan sebagai bentuk kemauan atau niat. Jadi makna dari kata itu adalah seorang pendidik ditengah kesibukannya harus juga mampu membangkitkan atau menggugah semangat belajar anak didiknya. Ia harus bisa dan mampu memberikan inovasi-inovasi sekaligus motipasi kepada anak didiknya. Dalam kegiatan belajar mengajar, sedini mungkin dikembangakan kemandirian belajar itu dengan menghindari campur tangan dari guru, namun guru selalu siap untuk ulur tangan bila diperlukan.

a.     Perwujudan asas kemandirian dalam belajar
pereujudan ini akan menempatkan guru dalam peran utama sabagai fasilitator dan motivator di samping peran-peran lain. Sebagai fasilitator, guru diharapkan menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar sedemikian sehingga memudahkan peserta didik berinteraksi dengan sumber-sumber tersebut. Sedangkan sebagai motivator, guru mengupayakan timbulnya prakarsa peserta didik untuk memanfaatkan sumber belajar itu.

Pengaplikasian asas ing madyo mangunkarso di sekolah adalah kegiatan intra dan ekstrakulikuler, menerapkan sistem CBSA(cara belajar siswa aktif) di sekolah, dan memanfaatkan PSB (pusat sumber belajar) yang telah tersedia di sekolah.
Ing madyo mangunkarso juga dapat diibaratkan seperti pepatah : guru kencing berdiri, murid kencing berlari.

b.     Agenda besar pendidikan di Indonesia
          Mungkin inilah agenda besar pendidikan di Indonesia, yakni manusia Indonesia yang belajar sepanjang hayat. Konsep belajar sepanjang hayat sendiri telah didefinisikan dengan sangat baik oleh UNESCO Institute for Education, lembaga di bawah naungan PBB yang terkonsentrasi dengan urusan pendidikan. Belajar sepanjang hayat merupakan pendidikan yang harus ;
·                meliputi seluruh hidup setiap individu,
·                mengarah kepada pembentukan, pembaharuan, peningkatan, dan penyempurnaan secara sistematis,
·                tujuan akhirnya adalah mengembangkan penyadaran diri setiap indiviu, dan
·                mengakui kontribusi dari semua pengaruh pendidikan yang mungkin terjadi (Cropley, 1970: 2-3, Sulo Lipu La Sulo, 1990: 25-26, dan Tirtarahardja, 1994: 121).

Jika diterapkan dalam sistem pendidikan yang berlaku saat ini, maka pendekatan yang sangat mungkin digunakan untuk mencapai tujuan ini adalah melalui pendekatan “Pembalajaran dan Pengajaran Kontekstual.” Sedang dalam konteks pendidikan di Indonesia, konsep “Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual” sedikit banyak telah termanifestasi ke dalam sistem Kurikulim Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Selain KTSP – yang notabene merupakan bagian dari pendidikan formal, maka Asas Belajar sepanjang Hayat juga termanifestasi dalam program pendidikan non-formal, seperti program pemberantasa buta aksara untuk warga Indonesia yang telah berusia lanjut, dan juga program pendidikan informal, seperti hubungan sosial dalam masyarakat dan keluarga tentunya.

4). Perbedaan masing-masing asas dalam kegiatan pendidikan

a.    Asas Tut Wuri Handayani
Asas Tut Wuri Handayani mempunyai prinsip pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam menyampaikan ide-idenya ketika dalam proses pembelajaran. Pendidik hanya mendorong dan mempengaruhi peserta didik dari belakang, jika peserta didik mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan idenya, barulah pendidik turut membantunya.

b.    Asas Ing Ngarso Sungtolodo (Asas Belajar Sepanjang Hayat)
Asas ini lebih menekankan bahwa setiap manusia itu berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan sistematis untuk mendapatkan pengajaran, studi dan belajar kapan pun  sepanjang hidupnya (long life education). Lingkungan juga turut mempengaruhi dalam belajar sepanjang hayat dari mulai lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.

c.    Asas Ing Madyo Mangunkarso (Asas kemandirian dalam belajar)
            Asas ini lebih menekankan bahwa siswa dituntut untuk aktif sendiri dalam kegiatan belajar tanpa ada bimbingan lagi dari seorang guru. Dalam asas ini peran guru hanyalah sebagai fasitilator. Namun namun guru selalu siap untuk ulur tangan apabila diperlukan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar